Inilah Dosa-dosa dan Kesaktian Ahok di Skandal Reklamasi

Inilah Dosa-dosa dan Kesaktian Ahok di Skandal Reklamasi

Chanel - Yang tertulis dibawah ini tentu tidak berkaitan dengan Pilgub DKI 2017.  Kehebohan Kasus Reklamasi Pantura Jakarta sudah ada sejak tahun 2014 dimana Surat Keputusan Gubernur DKI  nomor 2238 tahun 2014 yang memberi  Izin Reklamasi kepada anak usaha Agung Podomoro PT. Muara Wisesa Samudra sudah dianggap  banyak pihak sebagai Pelanggaran terhadap Peraturan yang berlaku.
SK Gubernur tersebut sudah digugat ke PTUN oleh Jakarta Monitoring Network pada bulan Maret 2015. Tanggal 12 April 2015 PTUN sudah memanggil Ahok untuk menghadiri sidang Gugatan Izin Reklamasi tersebut tetapi Ahok dan Kuasa Hukumnya  malah mangkir.  Ini adalah Pelecehan terhadap lembaga Pengadilan.
Tetapi Ahok memang Sakti (Kesaktian Pertama) sehingga  JMN tidak mampu memanggil paksa Ahok yang sebenarnya bisa digugat secara Pidana dengan pasal pelecehan terhadap lembaga peradilan. Mungkin ada “tangan-tangan Dewa” yang membantu Ahok sehingga mampu meredam JMN dan menghapus dosa-dosanya yang melecehkan PTUN tersebut.
Ahok kembali membuktikan Kesaktiannya (Kesaktian Kedua)  ketika DPRD DKI sudah membentuk Pansus Reklamasi untuk menyelidiki  ada apa dibelakang Surat Izin Reklamasi yang dikeluarkan Ahok tersebut. Faktanya kembali datang bantuan “tangan-tangan Dewa ” atau mungkin “tangan-tangan Naga”  yang mampu membungkam suara-suara para anggota Dewan untuk meneruskan Pansus tersebut. Pansus itu hilang tak berbekas.

Baca juga Aksi Reuni 212 Dituding Sebagai Aksi Gulingkan Jokowi
Sebenarnya sebulan setelah  Izin itu keluar,dari Kementerian Perikanan dan Kelautan juga sudah meminta Ahok membatalkan izin tersebut. Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Kecil KKP Sudirman Saad menyebut pemberian izin reklamasi di kawasan Pluit, Jakarta Utara kepada pengembang properti PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) menyalahi ketentuan. Pasalnya izin reklamasi tersebut seharusnya menjadi kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Ada 3 Undang-undang yang dilanggar oleh Ahok yaitu : (1) UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang terbit pada  15 Januari 2014, (2) Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil  terbit pada  6 Desember 2012, dan(3) Permen KP Nomor 28/Permen-KP/2014 tentang Perubahan Atas Permen-KP Nomor 17/Permen-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang  terbit  pada 19 Agustus 2014.
Ketiga UU yang  sudah diundang-undangkan pada tanggal  6 Desember 2012, tanggal 15 Januari 2014 dan tanggal 19 Agustus 2014 sama sekali tidak digunakan oleh  Ahok.  Dan kalau melihat Dasar yang dipakai SK Ahok untuk Izin Reklamasi kepada Agung Podomoro Grup yang dikeluarkan tanggal 23 Desember 2014, tertulis dasar pertimbangan Surat tersebut hanyalah Perda DKI yang normative ditambah Keppres No.52 tahun 1995.
Padahal jelas dalam 3 UU yang seharusnya dipakai Ahok itu dinyatakan bahwa Teluk Jakarta adalah Kawasan Strategis Nasional. Ahok sempat berargumen bahwa  kawasan  pantai sampai batas 12 Mil ke laut adalah wewenang Gubernur tetapi  itu sebenarnya berlaku kalau pantai tersebut bukan Kawasan Strategis Nasional.
Pantai atau wilayah lain yang menjadi Kawasan Strategis Nasional memiliki aturan  bahwa setiap aktivitas yang berada dalam kawasan tersebut adalah menjadi tanggung jawab Pemerintahan Pusat. Namanya saja sudah Nasional dan bukan Kawasan Strategis propinsi. Dengan demikian maka aktivitas di kawasan Teluk Jakarta merupakan wewenang Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dibawah koordinasi Kementerian Perikanan dan Kelautan.
"Kalau itu bukan kawasan strategis nasional maka yang mengeluarkan izin itu Gubernur, meskipun itu di bawah 12 mil tapi kalau itu kawasan strategis nasional maka yang mengeluarkan itu Menteri," ujar Sudirman Saad. (CNNIndonesia, 11 Februari 2015).
Sudirman juga menjelaskan khususnya untuk Teluk Jakarta, dibawah lautnya terdapat banyak Kabel-kabel milik PT.PLN termasuk Pipa-pipa Uap yang dipakai PLTU Muara Karang sehingga akan berbahaya bila dibangun Pluit City oleh Agung Podomoro. Belum lagi masalah ekosistim dan dampak lingkungan lainnya.



Sudirman Saad sempat mempertanyakan Perda Zonasi yang dipakai Gubernur Ahok didalam Penerbitan SK Izin Reklamasi  untuk Agung Podomoro Grup tersebut.  Faktanya memang Ahok mengeluarkan Izin tersebut tanpa Perda Zonasi. Bukan hanya itu tetapi juga tanpa AMDAL sebelumnya. 
Setelah ada pertanyaan itu barulah bulan Maret 2015 Ahok mengirim Raperda Zonasi (Rancangan Perda Zonasi) kepada DPRD DKI. Tentu saja DPRD DKI tidak terima karena Ahok sudah mengeluarkan Izin Reklamasi terlebih dahulu baru mengajukan Raperda Zonasinya.  DPRD DKI sempat membuat Pansus karena hal tersebut.  LKPJ 2014 dari DPRD DKI secara jelas sudah merekomendasikan pencabutan izin reklamasi .Hal itu juga yang menyebabkan Raperda Zonasi  memang tidak dibahas sepanjang tahun 2015.
Tetapi sayangnya Pansus itu menguap begitu saja. Ada “tangan-tangan” tidak kelihatan yang mampu membungkam Pansus tersebut di tahun 2015. Ahok sepertinya tahu itu tangan-tangan siapa.
Kalau ingin dirinci secara sederhana kesalahan Ahok dalam menerbitkan SK no. 2238 yang memberi Izin Reklamasi kepada Agung Podomoro adalah sebagai berikut :
1.SK tersebut melanggar UU No.1 tahun 2014,Perpres No.121 Tahun 2012 dan Permen KP No.28 Tahun 2014. Wilayah Teluk Jakarta adalah kawasan Strategis Nasional dimana yang bisa mengeluarkan Izin Reklamasi adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
2.SK tersebut tidak sah karena belum ada Perda Zonasi yang menjadi dasar penerbitan SK. SK itu juga tidak dilengkapi analisa dampak lingkungan (AMDAL).
3.SK tersebut juga tidak ada tembusannya kepada Mendagri dan kepada Ketua DPRD DKI. Peraturan Birokrasi Pemprov manapun bila mengeluarkan Keputusan penting harus selalu ada tembusannya ke Mendagri dan DPRD yang ada. Jadi jelas sekali bahwa SK Izin Reklamasi yang dikeluarkan Ahok memang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
----Jurus Ngeles Ahok----
Ahok yang ditegur oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan kemudian memakai jurus ngeles. Ahok mengatakan dia tidak mengerti bahwa itu melanggar aturan yang berlaku karena sebenarnya dirinya tidak mengeluarkan Izin tetapi hanya memperpanjang Izin yang pernah dikeluarkan Gubernur Fauzi Bowo.
"Saya tidak tahu kalau itu dianggap menyalahi aturan. Karena sifatnya bukan kasih izin baru kan? Itu hanya melanjutkan izin reklamasi 17 pulau yang dikeluarkan Foke," kata Ahok di Balai Kota, (CNNIndonesia, Rabu (11/2)).
.Ahok juga berdalih bahwa dirinya akan senang-senang saja bila Izin Reklamasi untuk Taipan Trihatma Kusuma Haliman (pemilik Agung Podomoro)  tersebut dibatalkan tetapi bagaimana dengan  tanda-tangan Gubernur-gubernur sebelumnya?
 “Zamannya Pak Foke, Pak Jokowi, sudah tanda-tangan. Kalau saya batalin, kena dong saya? Makanya kalau ada yang bisa batalin, senang saya”. Ujar Ahok.
Dari jurus-jurus ngeles Ahok bisa kita dapat 2 Poin yaitu, menurut Ahok Izin Reklamasi dikeluarkan Foke (Fauzi Bowo) dan yang kedua Jokowi sudah menanda-tanganinya.  Benarkah seperti itu?
TERNYATA TIDAK. Gubernur Fauzi Bowo BELUM PERNAH mengeluarkan Izin  Pelaksanaan Reklamasi. Foke hanya mengeluarkan IZIN PRINSIP Reklamasi  pada 21 September 2012 dan belum sampai pada mengeluarkan IZIN PELAKSANAAN Reklamasinya. Jokowi sendiri belum sempat  menanda-tangani Perpanjangan izin Prinsipnya apalagi mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi.
Yang menanda-tangani PERPANJANGAN  IZIN PRINSIP  untuk 4 Pengembang itu  pada tahun 2014 adalah Ahok sendiri pada saat dirinya masih menjabat Plt Gubernur. Ahok menandatangangi perpanjangan Izin Prinsip untuk 4 Pengembang pada 10 Juni 2014 pada saat Gubernur Jokowi sedang berkonsentrasi di Pilpres 2014.
Dari perpanjangan Izin Prinsip itulah Ahok kemudian mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi untuk Agung Pdomoro Grup pada tanggal 23 Desember 2014 sehingga mulai saat itu Agung Podomoro mulai melakukan Reklamasi di pulau G (Pluit).
Dari poin itulah sangat jelas Kebohongan Besar dari Ahok. Ahok melempar kesalahannya pada Gubernur-gubernur sebelumnya padahal dirinya sendiri yang entah demi apa hingga begitu mudah mengeluarkan Perpanjangan Izin Prinsip dan mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi untuk Agung Podomoro.
---Ahok Koboi Yang Nekat---
Lebih lanjut lagi, setelah ada “tangan-tangan Dewa” yang mampu meredam gugatan JMN ke PTUN ada lagi Gugatan yang dilayangkan oleh organisasi Nelayan KNTI. KNTI melalui  Koalisi Penyelamat Teluk Jakarta pada tanggal 16 September 2015 menggugat SK Gubernur Ahok  nomor 2238 tahun 2014 yang memberi izin Agung Podomoro membangun Pulau G.
Tetapi Ahok tidak perduli. Persetan dengan Gugatan seperti sebelum-sebelumnya. Ahok malah kembali  mengeluarkan 3 Izin Pelaksanan Reklamasi lainnya pada tanggal 22 Oktober 2015 untuk Pulau F dan Pulau I. Lalu pada tanggal 17 November 2015 untuk Pulau K. dan tentu saja Surat-surat izin itu dikeluarkan dengan cara yang sama  yaitu dengan secara diam-diam dan tidak ada tembusannya ke Mendagri dan Ketua DPRD DKI.  Inilah Transparansi yang nyata dari Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok.
Dan yang perlu dicatat memang Ahok itu orang Sakti (ada tangan-tangan Dewa membantu) sehingga DPRD DKI tidak berdaya melakukan Pansus ataupun Hak-hak lainnya yang berkaitan pelanggaran-pelanggaran Ahok di Proyek Reklamasi Teluk Jakarta ini.
DPRD DKI sejak tahun 2014 sebenarnya sudah menolak Reklamasi. Sepanjang tahun 2015 DPRD DKI juga tidak bersedia membahas Raperda Zonasi karena mereka merasa dipaksa/diremehkan  Ahok (Izin Reklamasi sudah keluar baru kemudian Pemprov mengajukan Raperda). DPRD malah pernah merencanakan membentuk Pansus tetapi ternyata menguap begitu saja.
Akhirnya kemudian terungkap sudah bahwa ternyata salah satu “tangan-tangan  Dewa” yang selama ini mampu meredam gejolak kemarahan DPRD DKI atas proyek Reklamasi Teluk Jakarta adalah segepok Uang Rp.2 Milyar yang dikucurkan oleh Agung Podomoro di tahun 2016. bagaimana dengan di tahun 2015 adakah hal yang serupa dengan ini?
Dan memang baru satu “Tangan Dewa” yang terungkap. Masih adakah “Tangan-tangan Dewa” lainnya yang akan terungkap oleh KPK? Mari kita tunggu sama-sama.


sumber kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.